Dinegeri ini yang namanya parfum banyak dan mudah dijumpai dimanapun, dari harga yang murah dan paling mahal sekalipun, rata rata orang pasti menggunakan parfum sebagai penyegar walau kadar yang berbeda beda. Buat muslims yang menggunakan dan memilih parfum pasti tahu parfum yang boleh digunakan maupun yang harus dihindari. Yang boleh digunakan pasti yang tidak mengandung alkohol atau parfum non alkohol.
Alesannya sudah jelas alkohok adalah haram digunakan dan dikonsumsi oleh muslim dan umat islam. tapi terkadang kita tidak tahu persis barang yang kita gunakan mengandung unsur alkohol atau tidak, termasuk parfum pengharum tubuh. berikut mari kita buka pikiran kita untuk mengenal dan mengetahui parfum beralkohol dan alesan Muslim dilarang menggunakan parfum beralkohol.
Etanol (etil alkohol atau alkohol saja) adalah termasuk khamer. Hal ini berdasarkan penelitian modern tentang hasil fermentasi buah seperti buah anggur. Buah ini dimasa Rasulullah banyak diperas oleh orang-orang untuk dijadikan khamer dan dimimum saat itu.
Pada proses penelitian modern menunjukkan bahwa proses fermentasi anggur akan menghasilkan etanol.
Prosesnya adalah sebagai berikut: Proses peragian buah-buahan, sayuran atau biji-bijian berhenti bila kadar alkohol telah mencapai 14-16%.
Jika diinginkan kadar yang lebih tinggi, campuran itu harus disuling.Reaksi dalam fermentasi berbeda-beda tergantung pada jenis gula yang digunakan dan produk yang dihasilkan. Secara singkat, glukosa (C6H12O6) yang merupakan gula paling sederhana , melalui fermentasi akan menghasilkan etanol (C2H5OH). Reaksi fermentasi ini dilakukan oleh ragi, dan digunakan pada produksi makanan.Dari reaksi di atas kita bisa memahami, bahwa substansi benda yang disebut khamer adalah etanol, bukan yang lain.
Khamer tidak hanya haram diminum. Namun ia juga haramkan dimanfaatkan karena merupakan najis. Dalil najisnya khamer adalah firman Allah SWT :
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, dan mengundi dengan anak panah itu adalah rijsun (najis) termasuk perbuatan syetan, maka jauhilah najis itu agar kamu mendapatkan keberuntungan…” (QS Al-Maaidah [5] : 90)
Dalam frase firman Allah diatas: “fajtanibuuhu” (jauhilah najis/rijsun itu) terkandung perintah untuk
menjauhi rijsun yang berarti kotoran atau najis. Maka, memanfaatkan benda najis adalah haram, sebab Allah SWT telah memerintahkan kita untuk menjauhi najis itu.
Hadits Nabi SAW :
“Sesungguhnya kami (para sahabat) berada di negeri para Ahli Kitab, mereka makan babi dan
minum khamr, apakah yang harus kami lakukan terhadap bejana-bejana dan periuk-periuk mereka?
Rasulullah SAW menjawab,”Apabila kamu tidak menemukan lainnya, maka cucilah dengan dengan air, lalu memasaklah di dalamnya, dan minumlah.” (HR Ahmad dan Abu Dawud).
Perintah untuk mencuci bejana wadah khamr dan periuk wadah daging babi itu, menunjukkan bahwa kedua benda tersebut tidak suci (najis). Sebab, apabila suci dan tidak najis, tentu Nabi SAW tidak akan memerintahkan mencucinya dengan air. Hadits lainnya, Abu Hurairah RA menceritakan bahwa ada seorang pria akan memberikan hadiah kepada Rasulullah SAW sebuah minuman khamr, maka
Rasulullah SAW berkata:
“Sesungguhnya khamr itu telah diharamkan. Laki-laki itu bertanya,”Apakah aku harus menjualnya?
Rasulullah SAW menjawab,”Sesungguhnya sesuatu yang diharamkan meminumnya, diharamkan pula menjualnya”.
Laki-laki itu bertanya lagi,”Apakah aku harus memberikan kepada orang Yahudi?”
Rasulullah menjawab,”Sesungguhnya sesuatu yang diharamkan, diharamkan pula diberikan kepada orang Yahudi”.
Laki-laki itu kembali bertanya,”Lalu apa yang harus saya lakukan dengannya?”
Beliau menjawab,”Tumpahkanlah ke dalam selokan.” (HR Al Khumaidi dalam Musnad-nya).
Perintah untuk menumpahkan khamr ke selokan ini, menunjukkan bahwa khamr adalah najis dan tidak suci, yakni najis secara dzati. Kesimpulannya, ketika Allah berfirman dalam QS Al-Maidah : 90 yang berbunyi “fajtanibuuhu” (jauhilah najis/rijsun itu), maka itu adalah perintah untuk menjauhi rijsun (najis) yang mencakup najis dzati. Oleh karena itu, memanfaatkan benda najis adalah haram, sebab Allah SWT telah memerintahkan kita untuk menjauhi najis itu (Al-Baghdadi, Radd ‘Ala Kitab Ad-Da’wah Al-Islamiyyah, 1986:228).
Menjualbelikan Benda Najis dan Haram Hukumnya Haram.
Hal ini dirumuskan dalam kaidah fiqih “Kullu maa hurrima ‘ala al-ibaad fabay’uhu haram.” (Segala sesuatu yang diharamkan Allah atas hamba-Nya, maka memperjualbelikannya adalah haram juga) (Taqiyuddin An-Nabhani, Asy-
Syakhshiyah Al-Islamiyah, II/248). Karena itu, memperjualbelikan benda-benda najis atau haram adalah adalah haram. Dasar dari kaidah/prinsip itu adalah hadits-hadits.
Di antaranya sabda Nabi SAW, “Dan sesungguhnya Allah, apabila mengharamkan suatu kaum untuk memakan sesuatu, maka haram pula bagi mereka harga hasil penjualannya.” (HR Imam Ahmad dan Abu Dawud).
Imam Asy-Syaukani menjelaskan hadits di atas dengan mengatakan,“Sesungguhnya setiap yang diharamkan Allah kepada hamba, maka menjuabelikannya pun haram, disebabkan karena haramnya hasil penjualannya. Tidak keluar dari (kaidah) kuliyyah/menyeluruh tersebut, kecuali yang telah dikhususkan oleh dalil.”
Dikecualikan dalam hal ini adalah, memperjualbelikan benda yang najis dan haram untuk kepentingan
pengobatan, tidaklah haram (boleh). Sebab berobat dengan benda najis dan haram hukumnya makruh, tidak haram.
firman Allah subhanahu wa ta’ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأنْصَابُ وَالأزْلامُ رِجْسٌ
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah rijs (perbuatan keji).” (QS. Al Maidah: 90)
Pada ayat ini, Allah menjelaskan bahwa khamr, judi, berhala, mengundi nasib dengan panah adalah rijs. Kata
rijs bisa berarti najis. Namun najis pada ayat ini adalah najis secara maknawi, bukan bendanya bersifat
najis. Hal ini ditunjukkan dengan penyatuan keempat perkara di atas, di mana keempat perkara ini memiliki
satu sifat yang sama yaitu rijs. Kita telah ketahui bersama bahwasanya judi, berhala dan panah itu bukanlah
benda najis, namun ketiganya najis secara maknawi, maka begitu pula dengan khamr (alkohol), maka ia pun najis namun secara maknawi (perbuatannya yang keji) bukan benda atau zatnya.
Kedua, di dalam riwayat yang shahih, ketika diturunkan ayat tentang haramnya khamr, kaum muslimin menumpahkan khamr-khamr mereka di pasar-pasar. Seandainya khamr itu najis secara zatnya, maka tentu tidak boleh menumpahkannya di pasar-pasar. Selain itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga tidak memerintahkan untuk mencuci bejana-bejana bekas khamr sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mencuci bejana bekas daging keledai piaraan (karena daging tersebut najis).
Ketiga, dalil lainnya adalah sebagaimana yang terdapat dalam Sahih Muslim, di mana ada seorang laki-laki yang datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membawa khamr di dalam suatu wadah untuk dia berikan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun, setelah ia diberitahu bahwa khamr sudah diharamkan, ia langsung menumpahkan khamr itu di hadapan Nabi. Dan Nabi tidak memerintahkan orang tersebut untuk mencuci wadah bekas khamr dan tidak melarang ditumpahkannya khamr di tempat itu. Seandainya khamr najis, tentu Nabi sudah memerintahkan wadah tersebut untuk dicuci dan beliau melarang menumpahkan khamr tersebut di tempat itu.
Dari penjelasan di atas, maka jelaslah yang lebih kuat bahwa alkohol tidaklah najis, maka tidak wajib mencuci pakaian apabila terkena alkohol.
Adapun hukum memakai parfum yang beralkohol, maka Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan bahwa yang lebih baik adalah kita bersikap berhati-hati yaitu dengan tidak memakainya. Karena sesungguhnya Allah berfirman tentang
khamr:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأَنصَابُ وَالأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan keji di antara perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan- perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al Maaidah: 90)
Allah memerintahkan untuk menjauhi hal tersebut. Di mana perintah ini mutlak, bukan hanya sekedar meminum atau memakainya (bukan untuk diminum). Oleh karena itulah yang lebih hati-hati adalah seseorang menghindari penggunaan minyak wangi yang mengandung alkohol. Akan tetapi, Beliau juga menegaskan bahwa beliau tidak menggunakan minyak wangi yang mengandung alkohol namun beliau juga tidak melarang orang lain untuk menggunakannya.
Alhamdulillah sekarang sudah banyak parfum-parfum yang beredar di negeri kita dan tidak mengandung alkohol. Oleh karena itu, kami berpendapat lebih baik menggunakan parfum yang tidak beralkohol, karena parfum-parfum jenis ini mudah didapatkan di negeri kita. Kurang lebihnya bisa dikoreksi jika ada yang salah. Wallahu a’lam.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Diberdayakan oleh Blogger.
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.